Sabtu, 14 Juli 2012

Makalah PPD: Perkembangan Afektif


BAB I
 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Memahami perkembangan aspek afektif peserta didik merupakan salah satu faktor untuk mencapai hasil yang baik dalam proses pendidikan, tidak hanya dalam hasil akademik tapi juga dalam hal pembentukan moral.
 Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik, yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang perkembangan afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Setiap peserta didik memiliki emosi yang berbeda, sehingga rangsangan yang diberikan juga harus berbeda.
Reaksi emosional dapat berkembang menjadi kebiasaan, sehingga mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap individu ataupun peserta didik.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan Perkembangan Afektif adalah:
1.1.              Apa pengertian emosi?
1.2.              Bagaimana karakteristik perkembangan emosi?
1.3.              Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan emosi?
1.4.              Apa hubungan antara emosi tingkah laku serta pengaruh emosi terhadap tingkah laku?
1.5.              Pengaruh perbedaan individu dalam perkembangan emosi?
1.6.              Bagaimana upaya pengembangan emosi remaja dan implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan?
1.7.              Apa pengertian dan keterkaitan antara nilai, moral, dan sikap serta pengaruhnya terhadap tingkah laku?
1.8.              Bagaimana karakteristik nilai, moral, dan sikap remaja?
1.9.              Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikap?
1.10.          Perbedaan individual dalam perkembangan nilai, moral, dan sikap?
1.11.          Bagaimana upaya mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja serta implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan?

2. Tujuan Makalah
1.12.          Untuk mengetahi pengertian emosi.
1.13.          Untuk mengetahui karakteristik perkembangan emosi.
1.14.          Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi.
1.15.          Untuk mengetahui hubungan antara emosi tingkah laku serta pengaruh emosi terhadap tingkah laku.
1.16.          Untuk mengetahui perbedaan individu dalam perkembangan emosi.
1.17.          Untuk mengetahui upaya pengembangan emosi remaja dan implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan.
1.18.          Untuk mengetahui pengertian dan keterkaitan antara nilai, moral, dan sikap serta pengaruhnya terhadap tingkah laku.
1.19.          Untuk mengetahui karakteristik nilai, moral, dan sikap remaja.
1.20.          Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikap.
1.21.          Untuk mengetahui perbedaan individual dalam perkembangan nilai, moral, dan sikap.
1.22.          Untuk mengetahui upaya mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja serta implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan.



BAB II
 PEMBAHASAN
A. Perkembangan Afektif
Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik, yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang perkembangan afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Asfek afektif tersebut dapat terlihat selama proses pembelajaran, terutama ketika siswa bekerja berkelompok.
1. Pengertian Emosi
Rasa dan perasaan merupakan salah satu potensi yang khusus dimiliki oleh manusia. Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik seperti marah yang ditunjukan dengan teriakan suara keras atau tingkah laku yang lain (Sitti Hartina: 2008).
Emosi adalah perasaan-perasaan yang menjadi lebih mendalam, lebih luas dan lebih terarah (Sarlito, 1982:59). Berbagai macam emosi contohnya: gambira, cinta, marah, takut, cemas dan benci.
Pengertian lain dari emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi perubahan-perubahan pada fisik antara lain berupa:
  •     Reaksi elektris pada kulit meningkat apabila terpesona.
  •    Peredaran darah menjadi bertambah cepat apabila sedang marah.
  •     Denyut jantung bertambah cepat apabila merasa terkejut.
  •      Bernapas panjang dan kaku apabila merasa kecewa.
  •     Pupil mata membesar apabila sedang marah.
  •     Liur mengering kaku saat merasa takut dan tegang.
  •    Bulu roma berdiri kaku saat merasa takut.
  •    Mengalami gangguan pencernaan atau diare saat merasa tegang.
  •    Otot akan menegang atau bergetar (tremora) apabila dalam kondisi tegang atau ketakutan.
  •   Komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.

2. Karakteristik Perkembangan Emosi
a. Cinta atau kasih sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kafasitasnya untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Seorang remaja akan mengalami “jatuh cinta” didalam masa kehidupannya setelah mencapai belasan tahun (Garrison, 1956:483). Para remaja yang berontak secara terang-terangan dan nakal besar kemungkinan disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.
b. Gembira
Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berjalan dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai sahabat atau diterima cintanya.
c. Kemarahan dan permusuh
 Dimana kita ketahui bahwa dicintai dan mencintai adalah gejala emosi bagi perkembangan pribadi yang sehat. Rasa marah juga penting dalam kehidupan, karena melalui rasa marahnya seseorang tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri. Dalam upaya memahami remaja ada empat faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah:
1.      Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri.
2.      Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut tapi juga mempunyai sikap-sikap dimana ada sisa kemarahan masa lalu.
3.      Seringkali perasaan marah segaja disembunyikan dan seringkali samar-samar.
4.      Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri.

d. Ketakutan dan kecemasan
Menjelang anak mencapai masa remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Biehler membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia:
1.  Remaja rentang usia 12-15
Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang sangat cepat, yaitu dengan mulai tumbuhnya ciri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya organ-organ seks. Perumbuhan fisik yang terkait dengan seksual ini mengakibatkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekawatiran pada diri remaja. Bahkan kondisi ini dapat mempengaruhi kesadaran beragamanya, apalagi jika remaja kurang mendapatkan pengalaman atau pendidikan agama sebelumnya. Remaja cenderung skeptis (acuh tak acuh dan cuek) sehingga malas dan enggan melakukan berbagai ritual keagamaan, seperti sholat.

Ciri-ciri emosional remaja pada usia 12-15 tahun (Biehlier:1972):
1.      Pada usia ini seorang siswa atau anak lebih banyak murung dan tidak dapat diterka.
2.      Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
3.      Ledakan-ledakan kemarahan bisa terjadi.
4.      Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain.
5.      Siswa-siswa mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif dan mungkin marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu (maha tahu).

2.  Remaja rentang usia 15-18
Ciri-ciri emosional remaja pada usia 15-18 tahun:
1.      Pemberontakan remaja merupakan pernyataan-pernyataan atau ekspresi perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa.
2.      Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua mereka.
3.      Siswa pada usia ini sering melamun, memikirkan masa depan mereka.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Pada dasarnya, pola perkembangan emosi remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak, hanya saja penyebab muncul dan memuncaknya emosi yang berbeda. Pada masa anak-anak, ledakan lebih banyak disebabkan olen hal-hal yang bersifat materil kongkret, sedangkan pada masa remaja penyebabnya bersifat abstrak, misalnya menjadi marah jika dikatakan sebagai kanak-kanak, merasa diperlakukan tidak adil atau ditolak cintanya. Pelampiasan emosi pada remaja tidak lagi dalam bentuk yang meledak-ledak dan tidak terkendali seperti menangis keras atau bergulung-gulung, tetapi lebih terlihat dalam gerakan tubuh yang ekspresif, tidak mau bicara atau melakukan kritik terhadap objek penyebab. Perilaku semacam ini disebabkan oleh mulai adanya pengendalian emosi yang dilakukan remaja dan biasanya  tercapai kematangan emosional pada akhir masa remaja (Sitti Hartina:2008).
Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266).
Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
1. Belajar dengan coba-coba
 Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepadanya, dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.

2. Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.

3. Belajar dengan dengan cara mempersamakan diri
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.

4. Belajar melalui pengkondisian.

5. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan pengawasan terbatas pada asfek  reaksi.

4.  Hubungan Antara Emosi Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Rasa takut atau marah, kegembiraan yang berlebihan, kecemasan-kecemasan, dan kekuatiran-kekuatiran dapat menyebabkan menurunnya kegiatan sistem pencernaan dan kadang-kadang menyebabkan sembelit. Satu-satunya cara penyembuhan yang efektif adalah menghilangkan penyebab dari tegangan emosi tersebut. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Reaksi kita terhadap orang lain juga merangsang timbulnya emosi. Berbeda orang yang kita temui maka berbeda pula respon yang kita berikan, sehingga merangsang munculnya emosi yang berbeda pula.
Seorang siswa tidak senang pada gurunya bukan karena pribadi guru, tapi mungkin karena situasi belajar di kelas. Jika siswa pernah merasa malu karena gagal dalam menghafal di muka kelas, pada kesempatan berikutnya ia mungkin takut untuk berpartisifasi atau bahkan memilih untuk bolos.
Reaksi setiap pelajar tidak sama, maka rangsangan yang diberikan juga harus berbeda sesuai dengan kondisi anak. Rangsangan yang diberikan juga akan menghasilkan perasaan yang akan berpengaruh terhadap hasil belajar.

5. Perbedaan Individu dalam Perkembangan Emosi
Meningkatnya usia anak maka emosi juga diekspresikan dengan cara yang lebih lunak karena mulai adanya pengendalian emosi yang dilakukan.
Ekpresi emosional yang muncul juga berbeda-beda, ada yang cenderung mengekang atau menyembunyikan emosinya dan ada pula yang mengekspresikannya secara terbuka. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh faktor fisik, taraf kemampuan intelektualnya, dan juga oleh kondisi lingkungan. Misalnya, anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan anak yang kurang sehat atau anak yang pandai beraksi lebih emosional terhadap berbagai rangsangan dibandingkan anak yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya mereka juga pandai dalam menyembunyikan ekspresi emosi mereka.

6. Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam 
Penyelenggaraan  pendidikan
Terdapat berbagai cara mengendalikan lingkungan untuk menjamin pembinaan pola emosi yang diinginkan dan menghilangkan reaksi-reaksi emosional yang tidak diinginkan sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat, diantaranya:
1.      Untuk menghadapi remaja yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka guru perlu memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab.
2.      Untuk menghadapi mereka yang bertingkah laku kasar , guru dapat membantu dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan dirinya sendiri.
3.      Apabila ada ledakan-ledakan kemarahan sebaiknya guru segera mengecilkan ledakan emosi tersebut dengan cara lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai aktifitas baru.
4.      Bertambahnya kebebasan remaja maka sikap pemberontaknya akan semakin mucul, salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan meminta siswa menuliskan perasaan-perasaan negatif mereka dan guru juga harus menghargai kebebasan individual mereka.
5.      Masa remaja adalah keadaan yang membingungkan, serba sulit dan sering muncul konflik dengan orang tua sehingga siswa sering merasa bingung dan perlu menceritakan penderitaannya, karena itulah guru diminta untuk menjadi pendengar yang simpatik.
6.      Ada siswa yang hanya memiliki kecakapan terbatas tapi ”memimpikan kejayaan”, upaya yang bisa dilakukan oleh guru untuk menghadapi siswa seperti ini adalah dengan mendorongnya untuk berusaha namun tetap mengingatkan dia untuk menghadapi kenyataan-kenyataan.
7.      Kebanyakan siswa menganggap remeh suatu pekerjaan tertentu, dalam hal ini guru perlu meyakinkan siswa semua pekerjaan itu bermanfaat apabila dikerjakan dengan sungguh-sungguh, hati-hati, dan bertanggung jawab.

B. Perkembangan nilai, Moral, dan Sikap
1. Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, dan Sikap serta Pengaruhnya Terhadap Tingkah Laku
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun.
Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Moral sering dianggap sebagai prinsip dan patokan yang berhubungan dengan masalah benar dan salah dalam masyarakat tertentu, dapat pula diartikan sebagai perbuatan yang sesuai dengan norma benar salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku yang membedakan antara perbuatan benar dan salah. Nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk, jadi berkaitan dengan moral.
Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut atau kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal. Sikap mendasari tingkah laku seseorang.
Dengan demikian keterkaitan semuanya dapat disimpulkan bahwa,  nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai yang dimaksud.
2. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya remaja sangat memerlukan kelompok sosial yang dapat menerima dia sebagaimana adanya,  corak dan kehidupan kelompok remaja akan dapat merubah perilaku remaja seperti pola dan perilakunya. Michel meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja:
1.      Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2.      Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
3.      Penilaian moral menjadi semakin kognitif, sehingga remaja lebih berani mengambil keputusan.
4.      Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5.      Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.

Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg:
Tingkat I; Prakonvensional, yang terdiri dari stadium 1 dan 2
Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak merasa ia harus menurut, kalau tidak akan mendapatkan hukuman.
Pada stadium 2, pada tahap ini berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Anak tidak lagi secara mutlak bergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi. Jadi ada Relativisme, yang artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik).

Tingkat II: Konvensional
Stadium 3, pada stadium ini, anak mulai memasuki umur belasan tahun. Anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Menjadi “anak manis” masih sangat penting dalam stadium ini.
Stadium 4, tahap mempertahankan norma-norma sosial. Sudah muncul kesadaran bahwa perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.

Tingkat III: Pasca-Konvensional
Stadium 5, tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial atau masyarakat.
Stadium 6, tahap ini disebut Prinsip universal. Pada tahap ini ada norma etik di samping norma pribadi dan subjektif, remaja melakukan tingkah laku-tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri.
Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti mengerti nilai-nilai. Tidak hanya memperoleh pengertian saja melainkan juga dapat menjalankannya atau mengamalkannya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Di dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata faktor lingkungan memegang peranan penting, terutama unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang.
Bagi anak-anak usia 12 dan 16 tahun, gambaran-gambaran ideal yang diidentifikasi adalah orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang terkenal, dan hal-hal yang ideal yang diciptakan sendiri.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan pada anak-anak (Singgih G.1990:202). Anak memang berkembang melalui interaksi sosial, tetapi interaksi ini mempunyai corak yang khusus dimana faktor pribadi, faktor si anak dalam membentuk aktivitas-aktivitas ikut berperan. Dalam perkembangan moral, Kohlberg menyatakan adanya tahap-tahap yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan. Penahapan yang dikemukakan bukan mengenai sikap moral yang khusus, melainkan berlaku pada proses penalaran yang didasarinya. Moral sifatnya penalaran menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh Piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap perkembangan Piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.

4. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Terdapat perbedaan-perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai, dan moral sebagai pendukung sikap dan perilaku untuk mencapai perkembangan nilai, moral dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan. Berbeda umur maka akan berbeda pula pemahamannya tentang pengertian nilai, moral dan sikap. Perbedaan seseorang juga dapat dilihat dari perbedaan kebudayaan, bukan hanya mengenai cepat lambatnya perkembangan yang dicapai, melainkan juga mengenai batas tahap-tahap perkembangan yang dicapai.


5. Upaya Mengembangkan Nilai, Moral dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikap remaja:
1. Menciptakan komunikasi
Di sekolah para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisifasi untuk mengembangkan aspek moral misalnya dalam kerja kelompok, sehingga mereka lebih aktif tidak hanya sebagai pendengar.

2. Menciptakan iklim lingkungan yang serasi
Para remaja sering bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar-dasar hidup orang tua dan orang dewasa. Karena itu, orang tua dan para guru serta orang dewasa lainnya perlu memberi contoh perilaku yang merupakan perwujudan nilia-nilai yang diperjuangkan. Untuk remaja, moral merupakan kebutuhan tersendiri karena remaja sedang membutuhkan pedoman dalam menemukan jati diri. Oleh karen itulah, nilai-nilai keagamaan sangatlah penting karena agama juga mengajarkan tingkah laku yang baik dan buruk.








BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Emosi adalah efektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Jenis emosi yang secara normal diantara lain: perasaan cinta, gembira, takut, cemas dan sedih.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi emosi antara lain: tingkat  kematangan dan faktor belajar serta kondisi-kondisi kehidupan atau kultur. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan, kita sebagai pendidik dapat melakukan beberapa upaya dalam pengembangan emosi remaja. Misalnya, konsisten dalam pengelolaan kelas, pengelolaan diskusi yang baik dan sebagainya.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan nilai, moral, dan sikap adalah menciptakan komunikasi disamping memberi informasi dan remaja diberi kesempatan untuk berpartisifasi untuk asfek moral, serta menciptakan sistem lingkungan yan serasi.












DAFTAR PUSTAKA

Hartina, sitti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Reflika Aditama.
Sunarto dan Agung Hartono. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
http//juwiid.wordpress.com/2010/10/08/. Diakses pada tanggal 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar