BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Memahami
perkembangan aspek afektif peserta didik merupakan salah satu faktor untuk
mencapai hasil yang baik dalam proses pendidikan, tidak hanya dalam hasil
akademik tapi juga dalam hal pembentukan moral.
Afektif mencakup emosi atau perasaan yang
dimiliki oleh setiap peserta didik, yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam
pembelajaran. Pemahaman guru tentang perkembangan afektif siswa sangat penting
untuk keberhasilan belajarnya. Setiap peserta didik memiliki emosi yang
berbeda, sehingga rangsangan yang diberikan juga harus berbeda.
Reaksi emosional
dapat berkembang menjadi kebiasaan, sehingga mempengaruhi perkembangan nilai,
moral dan sikap individu ataupun peserta didik.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka permasalahan Perkembangan Afektif adalah:
1.1.
Apa pengertian emosi?
1.2.
Bagaimana karakteristik perkembangan
emosi?
1.3.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi
perkembangan emosi?
1.4.
Apa hubungan antara emosi tingkah laku
serta pengaruh emosi terhadap tingkah laku?
1.5.
Pengaruh perbedaan individu dalam
perkembangan emosi?
1.6.
Bagaimana upaya pengembangan emosi
remaja dan implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan?
1.7.
Apa pengertian dan keterkaitan antara
nilai, moral, dan sikap serta pengaruhnya terhadap tingkah laku?
1.8.
Bagaimana karakteristik nilai, moral,
dan sikap remaja?
1.9.
Apa faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan nilai, moral, dan sikap?
1.10.
Perbedaan individual dalam perkembangan
nilai, moral, dan sikap?
1.11.
Bagaimana upaya mengembangkan nilai, moral,
dan sikap remaja serta implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan?
2.
Tujuan Makalah
1.12.
Untuk mengetahi pengertian emosi.
1.13.
Untuk mengetahui karakteristik
perkembangan emosi.
1.14.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan emosi.
1.15.
Untuk mengetahui hubungan antara emosi
tingkah laku serta pengaruh emosi terhadap tingkah laku.
1.16.
Untuk mengetahui perbedaan individu
dalam perkembangan emosi.
1.17.
Untuk mengetahui upaya pengembangan
emosi remaja dan implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan.
1.18.
Untuk mengetahui pengertian dan
keterkaitan antara nilai, moral, dan sikap serta pengaruhnya terhadap tingkah
laku.
1.19.
Untuk mengetahui karakteristik nilai,
moral, dan sikap remaja.
1.20.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikap.
1.21.
Untuk mengetahui perbedaan individual
dalam perkembangan nilai, moral, dan sikap.
1.22.
Untuk mengetahui upaya mengembangkan
nilai, moral, dan sikap remaja serta implikasinya dalam penyelenggaraan
pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Afektif
Afektif
mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik, yang juga
perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang
perkembangan afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Asfek
afektif tersebut dapat terlihat selama proses pembelajaran, terutama ketika
siswa bekerja berkelompok.
1. Pengertian Emosi
Rasa
dan perasaan merupakan salah satu potensi yang khusus dimiliki oleh manusia.
Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik
seperti marah yang ditunjukan dengan teriakan suara keras atau tingkah laku
yang lain (Sitti Hartina: 2008).
Emosi
adalah perasaan-perasaan yang menjadi lebih mendalam, lebih luas dan lebih
terarah (Sarlito, 1982:59). Berbagai macam emosi contohnya: gambira, cinta,
marah, takut, cemas dan benci.
Pengertian
lain dari emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh
perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi
perubahan-perubahan pada fisik antara lain berupa:
- Reaksi elektris pada kulit meningkat apabila terpesona.
- Peredaran darah menjadi bertambah cepat apabila sedang marah.
- Denyut jantung bertambah cepat apabila merasa terkejut.
- Bernapas panjang dan kaku apabila merasa kecewa.
- Pupil mata membesar apabila sedang marah.
- Liur mengering kaku saat merasa takut dan tegang.
- Bulu roma berdiri kaku saat merasa takut.
- Mengalami gangguan pencernaan atau diare saat merasa tegang.
- Otot akan menegang atau bergetar (tremora) apabila dalam kondisi tegang atau ketakutan.
- Komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.
2.
Karakteristik Perkembangan Emosi
a. Cinta atau
kasih sayang
Faktor penting
dalam kehidupan remaja adalah kafasitasnya untuk mencintai orang lain dan
kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Seorang remaja akan
mengalami “jatuh cinta” didalam masa kehidupannya setelah mencapai belasan
tahun (Garrison, 1956:483). Para remaja yang berontak secara terang-terangan
dan nakal besar kemungkinan disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai
yang tidak disadari.
b. Gembira
Rasa gembira
akan dialami apabila segala sesuatunya berjalan dengan baik dan para remaja
akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai sahabat atau diterima
cintanya.
c. Kemarahan dan
permusuh
Dimana kita ketahui bahwa dicintai dan
mencintai adalah gejala emosi bagi perkembangan pribadi yang sehat. Rasa marah
juga penting dalam kehidupan, karena melalui rasa marahnya seseorang
tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri. Dalam upaya memahami
remaja ada empat faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah:
1. Adanya
kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki
dirinya dan menjadi dirinya sendiri.
2. Pertimbangan
penting lainnya ialah ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya
merupakan subjek kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut tapi juga
mempunyai sikap-sikap dimana ada sisa kemarahan masa lalu.
3. Seringkali
perasaan marah segaja disembunyikan dan seringkali samar-samar.
4. Kemarahan
mungkin berbalik pada dirinya sendiri.
d. Ketakutan dan kecemasan
Menjelang anak
mencapai masa remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang
mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Biehler membagi
ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia:
1. Remaja
rentang usia 12-15
Pada masa ini
terjadi perubahan jasmani yang sangat cepat, yaitu dengan mulai tumbuhnya
ciri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya organ-organ seks. Perumbuhan
fisik yang terkait dengan seksual ini mengakibatkan terjadinya kegoncangan
emosi, kecemasan, dan kekawatiran pada diri remaja. Bahkan kondisi ini dapat
mempengaruhi kesadaran beragamanya, apalagi jika remaja kurang mendapatkan
pengalaman atau pendidikan agama sebelumnya. Remaja cenderung skeptis (acuh tak acuh dan cuek)
sehingga malas dan enggan melakukan berbagai ritual keagamaan, seperti sholat.
Ciri-ciri
emosional remaja pada usia 12-15 tahun (Biehlier:1972):
1. Pada
usia ini seorang siswa atau anak lebih banyak murung dan tidak dapat diterka.
2. Siswa
mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya
diri.
3. Ledakan-ledakan
kemarahan bisa terjadi.
4. Seorang
remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain.
5. Siswa-siswa
mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif dan mungkin
marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu (maha
tahu).
2. Remaja rentang usia 15-18
Ciri-ciri
emosional remaja pada usia 15-18 tahun:
1. Pemberontakan
remaja merupakan pernyataan-pernyataan atau ekspresi perubahan yang universal
dari masa kanak-kanak ke dewasa.
2. Karena
bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan
orang tua mereka.
3. Siswa
pada usia ini sering melamun, memikirkan masa depan mereka.
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Pada dasarnya,
pola perkembangan emosi remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak, hanya
saja penyebab muncul dan memuncaknya emosi yang berbeda. Pada masa anak-anak,
ledakan lebih banyak disebabkan olen hal-hal yang bersifat materil kongkret,
sedangkan pada masa remaja penyebabnya bersifat abstrak, misalnya menjadi marah
jika dikatakan sebagai kanak-kanak, merasa diperlakukan tidak adil atau ditolak
cintanya. Pelampiasan emosi pada remaja tidak lagi dalam bentuk yang
meledak-ledak dan tidak terkendali seperti menangis keras atau
bergulung-gulung, tetapi lebih terlihat dalam gerakan tubuh yang ekspresif,
tidak mau bicara atau melakukan kritik terhadap objek penyebab. Perilaku
semacam ini disebabkan oleh mulai adanya pengendalian emosi yang dilakukan
remaja dan biasanya tercapai kematangan
emosional pada akhir masa remaja (Sitti Hartina:2008).
Sejumlah
penelitian tentang emosi anak menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266).
Metode belajar
yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
1. Belajar dengan
coba-coba
Anak belajar secara coba-coba
untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan
terbesar kepadanya, dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau
sama sekali tidak memberikan kepuasan.
2. Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain,
anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan
orang-orang yang diamati.
3. Belajar dengan dengan cara
mempersamakan diri
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain,
anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan
orang-orang yang diamati.
4. Belajar melalui pengkondisian.
5. Pelatihan atau belajar dibawah
bimbingan pengawasan terbatas pada asfek reaksi.
4.
Hubungan Antara Emosi Tingkah Laku serta
Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Rasa takut atau
marah, kegembiraan yang berlebihan, kecemasan-kecemasan, dan
kekuatiran-kekuatiran dapat menyebabkan menurunnya kegiatan sistem pencernaan dan
kadang-kadang menyebabkan sembelit. Satu-satunya cara penyembuhan yang efektif
adalah menghilangkan penyebab dari tegangan emosi tersebut. Gangguan emosi juga
dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Reaksi kita terhadap orang lain
juga merangsang timbulnya emosi. Berbeda orang yang kita temui maka berbeda
pula respon yang kita berikan, sehingga merangsang munculnya emosi yang berbeda
pula.
Seorang siswa
tidak senang pada gurunya bukan karena pribadi guru, tapi mungkin karena
situasi belajar di kelas. Jika siswa pernah merasa malu karena gagal dalam
menghafal di muka kelas, pada kesempatan berikutnya ia mungkin takut untuk
berpartisifasi atau bahkan memilih untuk bolos.
Reaksi setiap
pelajar tidak sama, maka rangsangan yang diberikan juga harus berbeda sesuai
dengan kondisi anak. Rangsangan yang diberikan juga akan menghasilkan perasaan
yang akan berpengaruh terhadap hasil belajar.
5.
Perbedaan Individu dalam Perkembangan Emosi
Meningkatnya
usia anak maka emosi juga diekspresikan dengan cara yang lebih lunak karena
mulai adanya pengendalian emosi yang dilakukan.
Ekpresi
emosional yang muncul juga berbeda-beda, ada yang cenderung mengekang atau
menyembunyikan emosinya dan ada pula yang mengekspresikannya secara terbuka.
Perbedaan ini bisa disebabkan oleh faktor fisik, taraf kemampuan
intelektualnya, dan juga oleh kondisi lingkungan. Misalnya, anak yang sehat
cenderung kurang emosional dibandingkan anak yang kurang sehat atau anak yang
pandai beraksi lebih emosional terhadap berbagai rangsangan dibandingkan anak
yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya mereka juga pandai dalam menyembunyikan
ekspresi emosi mereka.
6.
Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam
Penyelenggaraan pendidikan
Terdapat
berbagai cara mengendalikan lingkungan untuk menjamin pembinaan pola emosi yang
diinginkan dan menghilangkan reaksi-reaksi emosional yang tidak diinginkan
sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat, diantaranya:
1. Untuk
menghadapi remaja yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka guru
perlu memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab.
2. Untuk
menghadapi mereka yang bertingkah laku kasar , guru dapat membantu dengan
mendorong mereka untuk bersaing dengan dirinya sendiri.
3. Apabila
ada ledakan-ledakan kemarahan sebaiknya guru segera mengecilkan ledakan emosi
tersebut dengan cara lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai
aktifitas baru.
4. Bertambahnya
kebebasan remaja maka sikap pemberontaknya akan semakin mucul, salah satu cara
untuk mengatasinya adalah dengan meminta siswa menuliskan perasaan-perasaan
negatif mereka dan guru juga harus menghargai kebebasan individual mereka.
5. Masa
remaja adalah keadaan yang membingungkan, serba sulit dan sering muncul konflik
dengan orang tua sehingga siswa sering merasa bingung dan perlu menceritakan
penderitaannya, karena itulah guru diminta untuk menjadi pendengar yang
simpatik.
6. Ada
siswa yang hanya memiliki kecakapan terbatas tapi ”memimpikan kejayaan”, upaya
yang bisa dilakukan oleh guru untuk menghadapi siswa seperti ini adalah dengan
mendorongnya untuk berusaha namun tetap mengingatkan dia untuk menghadapi
kenyataan-kenyataan.
7. Kebanyakan
siswa menganggap remeh suatu pekerjaan tertentu, dalam hal ini guru perlu
meyakinkan siswa semua pekerjaan itu bermanfaat apabila dikerjakan dengan
sungguh-sungguh, hati-hati, dan bertanggung jawab.
B.
Perkembangan nilai, Moral, dan Sikap
1.
Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, dan Sikap serta Pengaruhnya
Terhadap Tingkah Laku
Nilai-nilai
kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat
kebiasaan dan sopan santun.
Moral
adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan
sebagainya. Moral sering dianggap sebagai prinsip dan patokan yang berhubungan
dengan masalah benar dan salah dalam masyarakat tertentu, dapat pula diartikan
sebagai perbuatan yang sesuai dengan norma benar salah. Dengan demikian, moral
merupakan kendali dalam bertingkah laku yang membedakan antara perbuatan benar
dan salah. Nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam masyarakat senantiasa
menyangkut persoalan antara baik dan buruk, jadi berkaitan dengan moral.
Sikap
adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai
suatu penghayatan terhadap objek tersebut atau kesediaan bereaksi individu
terhadap sesuatu hal. Sikap mendasari tingkah laku seseorang.
Dengan
demikian keterkaitan semuanya dapat disimpulkan bahwa, nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu,
kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu
terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai
dengan nilai yang dimaksud.
2. Karakteristik Nilai, Moral, dan
Sikap Remaja
Dalam
pertumbuhan dan perkembangannya remaja sangat memerlukan kelompok sosial yang
dapat menerima dia sebagaimana adanya,
corak dan kehidupan kelompok remaja akan dapat merubah perilaku remaja
seperti pola dan perilakunya. Michel meringkaskan lima perubahan dasar dalam
moral yang harus dilakukan oleh remaja:
1. Pandangan
moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2. Keyakinan
moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
3. Penilaian
moral menjadi semakin kognitif, sehingga remaja lebih berani mengambil
keputusan.
4. Penilaian
moral menjadi kurang egosentris.
5. Penilaian
moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral
merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.
Ada tiga tingkat
perkembangan moral menurut Kohlberg:
Tingkat
I; Prakonvensional, yang terdiri dari stadium 1 dan 2
Pada
stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman.
Anak merasa ia harus menurut, kalau tidak akan mendapatkan hukuman.
Pada
stadium 2, pada tahap ini berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Anak tidak lagi
secara mutlak bergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau
ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai
beberapa segi. Jadi ada Relativisme,
yang artinya bergantung pada kebutuhan
dan kesanggupan seseorang (hedonistik).
Tingkat
II: Konvensional
Stadium
3, pada
stadium ini, anak mulai memasuki umur belasan tahun. Anak memperlihatkan
orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh
orang lain. Menjadi “anak manis” masih sangat penting dalam stadium ini.
Stadium
4, tahap
mempertahankan norma-norma sosial.
Sudah muncul kesadaran bahwa perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut
melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.
Tingkat
III: Pasca-Konvensional
Stadium
5,
tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
Pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan
sosial atau masyarakat.
Stadium
6,
tahap ini disebut Prinsip universal.
Pada tahap ini ada norma etik di samping norma pribadi dan subjektif, remaja
melakukan tingkah laku-tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggung jawab
batin sendiri.
Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti
mengerti nilai-nilai. Tidak hanya memperoleh pengertian saja melainkan juga
dapat menjalankannya atau mengamalkannya.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Di dalam usaha
membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata
faktor lingkungan memegang peranan penting, terutama unsur lingkungan berbentuk
manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang.
Bagi anak-anak usia 12 dan 16 tahun,
gambaran-gambaran ideal yang diidentifikasi adalah orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman,
orang-orang terkenal, dan hal-hal yang ideal yang diciptakan sendiri.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral
bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal
yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral
terjadi dari aktivitas spontan pada anak-anak (Singgih G.1990:202). Anak
memang berkembang melalui interaksi sosial, tetapi interaksi ini mempunyai
corak yang khusus dimana faktor pribadi, faktor si anak dalam membentuk
aktivitas-aktivitas ikut berperan. Dalam perkembangan moral, Kohlberg menyatakan adanya tahap-tahap
yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan. Penahapan yang dikemukakan bukan
mengenai sikap moral yang khusus, melainkan berlaku pada proses penalaran yang
didasarinya. Moral sifatnya penalaran menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana
dikemukakan oleh Piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap
perkembangan Piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
4.
Perbedaan Individual dalam Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Terdapat
perbedaan-perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai, dan moral sebagai
pendukung sikap dan perilaku untuk mencapai perkembangan nilai, moral dan sikap
serta tingkah laku yang diharapkan. Berbeda umur maka akan berbeda pula
pemahamannya tentang pengertian nilai, moral dan sikap. Perbedaan seseorang
juga dapat dilihat dari perbedaan kebudayaan, bukan hanya mengenai cepat
lambatnya perkembangan yang dicapai, melainkan juga mengenai batas tahap-tahap
perkembangan yang dicapai.
5. Upaya Mengembangkan Nilai, Moral
dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Adapun
upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikap
remaja:
1.
Menciptakan komunikasi
Di sekolah para
remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisifasi untuk mengembangkan aspek
moral misalnya dalam kerja kelompok, sehingga mereka lebih aktif tidak hanya
sebagai pendengar.
2. Menciptakan iklim lingkungan
yang serasi
Para remaja
sering bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar-dasar hidup orang tua
dan orang dewasa. Karena itu, orang tua dan para guru serta orang dewasa
lainnya perlu memberi contoh perilaku yang merupakan perwujudan nilia-nilai
yang diperjuangkan. Untuk remaja, moral merupakan kebutuhan tersendiri karena
remaja sedang membutuhkan pedoman dalam menemukan jati diri. Oleh karen itulah,
nilai-nilai keagamaan sangatlah penting karena agama juga mengajarkan tingkah
laku yang baik dan buruk.
BAB
III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Emosi adalah efektif yang kuat dan
ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Jenis emosi yang secara normal
diantara lain: perasaan cinta, gembira, takut, cemas dan sedih.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi emosi antara lain: tingkat kematangan dan faktor belajar serta
kondisi-kondisi kehidupan atau kultur. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
pendidikan, kita sebagai pendidik dapat melakukan beberapa upaya dalam pengembangan
emosi remaja. Misalnya, konsisten dalam pengelolaan kelas, pengelolaan diskusi
yang baik dan sebagainya.
Upaya-upaya yang
dapat dilakukan dalam rangka pengembangan nilai, moral, dan sikap adalah
menciptakan komunikasi disamping memberi informasi dan remaja diberi kesempatan
untuk berpartisifasi untuk asfek moral, serta menciptakan sistem lingkungan yan
serasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Hartina,
sitti. 2008. Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: Reflika Aditama.
Sunarto dan
Agung Hartono. 1999. Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
http//juwiid.wordpress.com/2010/10/08/. Diakses pada
tanggal 2